Kebangkrutan PT Maruwa Indonesia, yang beroperasi di Batam, sempat menjadi sorotan publik. Dikabarkan bahwa perusahaan asal Jepang ini menunggak pembayaran gaji serta belum memenuhi kewajiban pesangon bagi para pekerja setelah menghentikan kegiatan operasionalnya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan fakta bahwa perusahaan induk yang berlokasi di Malaysia ternyata telah dialihkan kepemilikannya kepada investor Hong Kong sejak tahun 2024. Situasi ini mengakibatkan Maruwa Indonesia mengalami kendala dalam memperoleh bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi.
"Perusahaan ini adalah perusahaan Jepang yang beroperasi di Kawasan Perdagangan Bebas, dengan kantor pusat di Malaysia. Pada tahun 2024, perusahaan tersebut dijual kepada perusahaan Hong Kong. Akibatnya, fasilitas produksi di Batam mengalami kesulitan dalam mendapatkan pasokan bahan baku," jelas Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian, Ronggolawe Sahuri, saat diwawancarai di Kantor Kemenperin, Jakarta, pada hari Selasa, 27 Mei 2025.
Sebenarnya, Maruwa Indonesia masih mampu melakukan aktivitas ekspor hingga akhir semester 2024. Akan tetapi, kondisi ini tidak berlangsung lama, dan perusahaan produsen komponen elektronik tersebut mulai melakukan likuidasi aset pada bulan April 2025.
Dana yang diperoleh dari penjualan aset kemudian digunakan untuk membayar sebagian kewajiban kepada para karyawan. Ronggo kemudian menegaskan bahwa Maruwa Indonesia memang telah menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya.
"Untuk sementara waktu, pembayaran tersebut berasal dari aset yang tersedia. Pada semester terakhir tahun 2024, masih ada kegiatan ekspor, tetapi pada akhirnya, di bulan April, mereka telah melakukan likuidasi. Pembayaran kepada karyawan pun hanya berasal dari aset yang ada, dari hasil penjualan," paparnya.
Sebelumnya, sebuah video viral yang beredar di media sosial memperlihatkan sejumlah karyawan, yang sebagian besar adalah perempuan, mendatangi manajemen Maruwa Indonesia untuk menuntut hak-hak mereka. Manajemen perusahaan dituding terus-menerus menunda janji untuk melunasi sisa gaji karyawan.
Selain permasalahan gaji, terungkap pula bahwa Tunjangan Hari Raya (THR) dibayarkan secara bertahap. Ditambahkan pula bahwa sekitar 205 karyawan dirumahkan tanpa pemberitahuan sebelumnya dari pihak perusahaan.